Paskah 2025: Kardinal Ignatius Suharyo Pesan Kemanusiaan, Suasana penuh khidmat dan harapan menyelimuti Gereja Katedral Jakarta pada Minggu pagi saat ribuan umat Katolik menghadiri Misa Pontifikal Hari Raya Paskah. Dipimpin langsung oleh Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, misa ini bukan hanya menjadi perayaan keagamaan tahunan, melainkan juga momen refleksi dan seruan moral terhadap berbagai persoalan serius yang tengah melanda bangsa Indonesia.
Dalam homilinya, Kardinal Suharyo tidak hanya mengangkat makna spiritual dari kebangkitan Kristus, tetapi juga menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kondisi sosial-politik yang dinilainya sedang berada dalam situasi yang memprihatinkan.
Seruan Tegas Kardinal Terhadap Korupsi
Korupsi itu tidak hanya mencuri uang negara. Ia mencuri masa depan, terutama masa depan anak-anak kita. Ini adalah bentuk kejahatan sistemik yang menghancurkan harapan, ujar Kardinal Suharyo dengan nada tegas.
Ia juga mengingatkan bahwa budaya permisif terhadap korupsi dapat membuat kejahatan ini menjadi sesuatu yang dianggap biasa, padahal korupsi secara langsung melemahkan kepercayaan publik dan memperlebar jurang ketidakadilan.
Judi Bukan Hiburan, Tapi Ancaman Sosial
Selain korupsi, perjudian juga menjadi sorotan tajam. Kardinal Suharyo menegaskan bahwa perjudian, dalam bentuk apa pun—baik konvensional maupun daring—merupakan bentuk pengrusakan terhadap nilai-nilai keluarga dan masyarakat.
“Judi sering kali terbungkus sebagai hiburan, namun realitasnya ia menghancurkan. Bukan hanya ekonomi rumah tangga, tapi juga hubungan antarmanusia. Judi mengubah cara berpikir, menjauhkan manusia dari kerja keras dan harapan sejati,” katanya.
Beliau juga mengingatkan bahwa banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, hingga tindakan kriminal bermula dari kecanduan judi. Ia mendorong semua pihak untuk tidak menormalisasi perjudian sebagai bagian dari budaya atau hiburan semata. Paskah 2025: Kardinal Ignatius Suharyo Pesan Kemanusiaan.
TPPO: Luka Kemanusiaan yang Tak Boleh terbiarkan
Yang lebih memilukan, lanjut Kardinal Suharyo, adalah meningkatnya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Banyak di antara korban adalah mereka yang terjanjikan pekerjaan di luar negeri atau kota besar, namun berakhir dalam jeratan eksploitasi, perbudakan, dan bahkan kekerasan fisik maupun seksual,” ujarnya.
Menurutnya, TPPO tidak hanya merusak individu tetapi juga menciptakan trauma berkepanjangan dalam keluarga dan komunitas. Oleh karena itu, ia menyerukan agar masyarakat dan pemerintah lebih aktif dalam mencegah, mengawasi, dan memberikan perlindungan kepada mereka yang rentan menjadi korban.
Paskah sebagai Simbol Harapan di Tengah Krisis
Meski banyak persoalan yang terhadapi, Kardinal Suharyo tetap mengajak umat untuk tidak kehilangan harapan. Dalam semangat kebangkitan Kristus, ia mengajak seluruh umat Katolik untuk bangkit melawan keputusasaan dan terus mengusahakan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Paskah adalah panggilan untuk bangkit. Kebangkitan Kristus adalah pengingat bahwa terang selalu menang atas kegelapan. Kita dipanggil untuk menjadi terang itu—menjadi pribadi yang jujur, adil, dan peduli terhadap sesama,” serunya.
Gereja dan Peran Sosial di Tengah Masyarakat
Dalam penutupnya, Kardinal Suharyo menegaskan bahwa Gereja bukan hanya tempat beribadah, tetapi juga suara kenabian yang harus hadir di tengah masyarakat. Ia menekankan pentingnya keberanian untuk bersuara, melindungi yang lemah, dan memperjuangkan keadilan sosial.
“Mari kita menjadikan Paskah ini bukan hanya sebagai perayaan iman, tapi juga sebagai awal perubahan nyata dalam hidup kita. Kita semua punya peran untuk membangun Indonesia yang lebih adil, damai, dan bermartabat,” tutupnya.
Misa Paskah 2025 ini menjadi pengingat bahwa iman harus terwujudkan dalam tindakan nyata. Pesan-pesan dari Kardinal Ignatius Suharyo tidak hanya menggugah hati, tetapi juga menjadi ajakan bagi seluruh umat untuk berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang lebih baik—bebas dari korupsi, perjudian, dan perdagangan manusia.