200 Nyawa Melayang di Festival Songkran 2025 Thailand Songkran, festival air yang setiap tahunnya menyulut euforia di penjuru Thailand, tahun ini kembali di rundung duka.
Alih-alih hanya menjadi simbol penyucian dan awal baru, Songkran 2025 meninggalkan luka mendalam: lebih dari 200 orang tewas akibat kecelakaan lalu lintas selama masa libur panjang yang di kenal sebagai “tujuh hari berbahaya”.
Berdasarkan data dari pemerintah Thailand, periode 11–16 April 2025 mencatat 1.377 kecelakaan, dengan korban luka mencapai 1.362 orang.
Walau jumlah kematian sedikit lebih rendah di bandingkan tahun lalu yang menembus angka 243, fakta bahwa ratusan orang kehilangan nyawa dalam hitungan hari tetap mencengangkan dan menyedihkan.
Songkran: Antara Budaya dan Bahaya
Bagi masyarakat Thailand, Songkran lebih dari sekadar pesta air. Ini adalah momentum spiritual untuk berkumpul bersama keluarga, menghormati orang tua, serta menyucikan diri dari hal-hal buruk di masa lalu. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, euforia itu kerap di selimuti oleh risiko tinggi kecelakaan lalu lintas.
Laporan dari otoritas lalu lintas menunjukkan bahwa kendaraan roda dua, mendominasi insiden kecelakaan menyumbang lebih dari 80% kejadian.
Banyak pengendara tidak mengenakan helm, sementara pelanggaran seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, kebut-kebutan, dan berpindah jalur secara sembrono menjadi pemicu utama tragedi.
Beberapa provinsi mencatat angka korban paling tinggi, dengan Bangkok berada di urutan pertama, di ikuti oleh Nakhon Ratchasima dan Chiang Mai. Di kota-kota tersebut, perayaan berubah menjadi tangisan duka keluarga yang kehilangan orang tercinta.
Tindakan Pemerintah: Solusi atau Seremoni?
Pihak berwenang berusaha meredam lonjakan kecelakaan dengan menambah pos pemeriksaan, menyebar ribuan aparat di titik-titik rawan, serta menggencarkan kampanye keselamatan. Namun, efektivitas upaya tersebut kembali di pertanyakan.
Menurut Dr. Chanthira Rungroj, pakar transportasi dari Universitas Chulalongkorn. Pendekatan yang di ambil masih bersifat musiman dan belum menyentuh akar masalah.
“Keselamatan jalan tidak bisa hanya di galakkan saat liburan besar. Harus ada edukasi jangka panjang, perbaikan infrastruktur, dan penegakan hukum yang tegas serta konsisten,” ujarnya.
Banyak kalangan juga menyoroti minimnya kesadaran berkendara di kalangan generasi muda, yang sering kali mengabaikan aturan demi sensasi kebut-kebutan di jalanan.
Saatnya Introspeksi dan Perubahan
Tragedi yang membayangi Songkran tahun ini menjadi alarm keras bagi pemerintah dan masyarakat. Apakah sebuah tradisi, betapa pun pentingnya, layak terus di rayakan dengan risiko sebesar ini. 200 Nyawa Melayang di Festival Songkran 2025 Thailand
Songkran tidak perlu dihapus. Namun sudah saatnya perayaan ini dikemas dengan pendekatan baru yang tak hanya meriah tapi juga aman. Edukasi sejak dini, kontrol lalu lintas yang disiplin. Serta kesadaran kolektif bisa menjadi kunci agar Songkran ke depan benar-benar menjadi simbol kehidupan, bukan kehilangan.
Di tengah percikan air dan senyum yang menyebar di jalanan, semoga tahun-tahun mendatang tak lagi di iringi isak tangis keluarga korban. Biarlah Songkran jadi lambang kebahagiaan, bukan tragedi tahunan.